Selasa, 28 April 2009

Koalisi = Harga Mati ?

Heran sekali, berita pasca Pemilu Legislatif 2009 media lagi-lagi dihebohkan dengan rencana koalisi parpol peserta pemilu menjelang persiapan Pemilu Presiden 2009. Yang panik itu para elite parpol, parpol, atau capres/cawapresnya?
Kalau rakyat seperti saya, dan kebanyakan yang lain, asyik-asyik saja. Artinya masih asyik dengan mencari solusi urusan perut, alias sibuk dengan rutinitas sehari-hari, akrab dengan kemelaratan, selalu dekat dengan tetesan keringat. Nggak dipusingkan dengan urusan capres, cawapres, koalisis. Yang dikawatirkan adalah bagaimana menjaga jangan sampai terjadi "penyumbatan pembuluh dompet".
Tetapi bagi saya yang penting adalah arti dari koalisi itu sendiri, yaitu "koalisi = kuali yang diisi".
Kuali dalam bahasa Jawa adalah alat untuk menanak nasi, yang berarti berusan dengan perut.
Jangan-jangan "koalisi" dapat diartikan sebagai alat yang berfungsi untuk mengurusi perut? yang berarti pula segala hal yang berkaitan dengan uang, kekuasaan?
Wallahualam.

Minggu, 19 April 2009

Lagi-lagi DPT Pemilu Legislatif 2009

Tiap hari melalui media massa, baik televisi, radio, koran kita selalu disuguhi perdebatan masalah DPT Pemilu Legislatif. Jujur saja perdebatan yang tiada akhirini membuat jengah, jenuh, entah apa lagi kata untuk mengungkapkan rasa kebosanan tersebut.
Mulai dari pimpinan parpol,Bawaslu,kader parpol, simpatisan parpol semua menunjuk kepada KPU atas biang adanya masalah yang terjadi dalam DPT Pemilu legislatif 2009. Kenap amereka hanya menunjuk semua kesalahan kepada KPU, bahkan pemerintah tanpa memberi solusi bagi masalah tersebut berdasar peraturan yang berlaku.
Keadaan tersebut hanya menunjukkan sikap yang bukan negarawan yang ada.Kita semua tahu bahwa DPT berawal dari DPS tentu saja DPS tersebut sudah disusun di awal bulan September 2008, mengapa saat diumumkan dan ditempel pengumumannya oleh PPS di tiap desa mereka para pimpinan parpol, di semua tingkatan sampai tingkatan paling bawah, kader, simpatisan,terus Bawaslu, Panwaslu, Panwaslu tingkat kecamatan tidak memberi masukan (mengusulkan) calon pemilih yang belum terdaftar dalam DPS untuk dimasukkan oleh PPS. Bahkan anehnya sampai bulan Oktober 2009 tidak ada respon atas DPT yang sudah ditetapkan oleh KPU. Giliran pelaksanaan Pemilu tinggal hitungan hari semua berteriak mawsalah DPT.
Apa perilaku tersebut menunjukkan sebuah upaya yang nyata atas penegakkan peraturan yang ada. Aneh!
Saya yakin Partai Politik adalah berbasis kader, kenyataannya mereka punya punya massa (atau janga-jangan, massanya bayaran?), dengan asumsi mereka punya massa, tentu keberadaan massa tersebut ada hingga tingkat RT/RW dan di desa, tentu saja dengan sangat mudah massa tersebut dapat memberi masukan kepada PPS agar memasukkan mereka yang belum terdata di saat DPS disusun. Kenapa massa semua parpol tidak pernah memberi masukan saat penyusunan DPS?
Jangan-jangan pimpinan parpol,Bawaslu,kader parpol, simpatisan parpol tidak pernah membaca DPS, jangan-jangan pulapimpinan parpol,Bawaslu,kader parpol, simpatisan parpolada yang tidak tercantum dalam DPS, dan tidak pernah membaca pengumuman di tingkat PPS. Kalau sudah begini, jangan salahkan KPU dong.
Buktinya, di media massa, Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo saja tak ada di DPT, lucu ya? padahal Bibit Waluyo saat dilakukan penyusunan DPS, tentu saja belum berada di Semarang, jelas tak tercantum di DPT. Atau jangan-jangan pak Bibit Waluyo sendiri tak merasa perlu untuk membaca DPS.
Aneh, ya?